Panas Sampah Cikapundung

Panas Sampah Cikapundung Sampah dengan volume berton-ton terus tenggelam dan menimbun di saluran Sungai Cikapundung. Masyarakat berteriak. Pemerintahan lambat bergerak.

Anang Sudarna menggeleng kepala waktu melihat bentangan sampah di Sungai Cikapundung, tepatnya di jembatan Cijagra, Kelurahan Bojongsoang, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang berlimpah. Kepala Tubuh Pengendalian Lingkungan Hidup Wilayah Propinsi Jawa barat itu menaksir volume sampah itu 500 ton.

Anang juga coba naik dan berjalan pada atas beberapa sampah tersebut. Tubuhnya yang memiliki bobot 80 kg dapat “ditahan” oleh sampah bermacam rupa itu. “Bisa terpikir tebalnya. Prediksi saya, (setumpukan sampah ini) lebih dari 1 mtr.,” katanya ke Data China.

Anang mengunjungi jembatan itu pada Minggu, 6 Maret 2016, sesudah mendapatkan laporan di group WhatsApp pecinta lingkungan Kota Bandung, Jangkar EcoVillage. Sampah yang terbelit di jembatan itu memacu lagi kemelut antarwarga di bantaran Sungai Cikapundung.

Keadaannya sebenarnya menghangat. Hanya, kami berusaha menahannya.”
Awalnya, sampah membuat masyarakat sejumlah kelurahan di Bojongsoang ribut dengan masyarakat Bandung Kidul, Kota Bandung. Masyarakat Bojongsoang geram karena sampah menambahkan penderitaan selainnya banjir setiap musim penghujan.

Tuduhan juga ditujukan ke tetangga mereka di Bandung Kidul. Bila menyaksikan peta saluran Sungai Cikapundung, posisi Bandung Kidul memanglah lebih ke hilir. Surat protes dikirimkan Bojongsoang. “Kondisinya sebenarnya menghangat. Hanya, kami berusaha menahannya,” sebut Anang.

Tetapi, satu bulan semenjak kejadian itu berakhir, amarah masyarakat jadi berlanjut. Cuma, sekarang pemerintahan, dalam masalah ini Pemerintahan Kabupaten Bandung dan Pemerintahan Kota Bandung, yang menjadi target. Bagaimana tidak, sampah terus tenggelam dan membuat jijik masyarakat.

Kocok Sdy, yang mengunjungi lokasi pada Rabu, 23 Maret 2016, melihat beragam sampah, dari Styrofoam, plastik, popok, sampai kasur sisa, tetap penuhi kali. Bangkai hewan yang terbawa arus semakin jadi parah berbau busuk di jembatan yang dekat sama tatap muka Sungai Cikapundung-Citarum tersebut. “Semua sampah Cikapundung ketambat di jembatan ini,” sebut Ketua RW 10 Daerah Cijagra, Tatan Suherlan, ke kocok sdy.

Jembatan yang menyambungkan Cijagra dengan Leuwibandung, Dayeuhkolot, itu memang lumayan rendah tempatnya dari dasar sungai. Bila volume air naik karena hujan di hilir, sampah akan terbelit dan semakin lama akan menggunung.

Tatan menyebutkan panorama itu sebenarnya biasa. Karena, sampah pada akhirnya akan tenggelam sendiri bersamaan dengan keringnya air. Tetapi, pada musim penghujan tahun ini, debet Sungai Cikapundung terus meninggi hingga sampah tidak juga ambles terikut saluran air Cikapundung.

Pengatasan sampah oleh pemerintahan dipandang masyarakat benar-benar lambat. Bukannya cepat, pemerintahan berkesan repot sama-sama mempersalahkan. Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar menyebutkan beberapa sampah itu asal dari Kota Bandung, sedangkan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil berkeberatan disebutkan sudah tidak berhasil keseluruhan mengurus sampah.

Data yang digabungkan Balai Besar Daerah Sungai Citarum (BBWSC) mengatakan kontributor paling besar sampah di Cikapundung ialah wilayah Babakan Siliwangi dan Jalan Asia Afrika di Kota Bandung. Di Asia Afrika, contohnya, ada pasar yang sampahnya beberapa kebuang ke saluran Cikapundung di daerah itu.

Disamping itu, pedagang kaki lima yang ada di Jalan Asia Afrika banyak yang buang sampah ke sungai. Saat Peringatan Ke-60 Pertemuan Asia Afrika diadakan di Bandung pada April 2015, lapak pedagang kaki lima itu dibedah pemerintahan. “Tapi kita berpikirnya per moment. Kita harap itu kontinu,” kata Kepala Sektor Program dan Rencana BBWSC Adenan Rasyid ke Kocok HK.

Anang menambah, Pasar Kordon di Jalan Buah Batu jadi biang sampah ke Cikapundung. Sampah di pasar itu dibawa 3 hari sekali, bahkan juga kerap hanya satu minggu sekali. Karena tempat pembuangan sampah penuh, masyarakat juga melempar sampah sesenang hati ke sungai. “Saya punyai faktanya, kok,” ucapnya.

Karena tempat pembuangan sampah penuh, masyarakat juga melempar sampah sesenang hati ke sungai.”

Dalam pada itu, Jangkar EcoVillage temukan ada banyak masyarakat di bantaran Cikapundung di Kota Bandung yang buang sampah di sungai. Hal tersebut kelihatan dari tipe sampah yang tenggelam di Cikapundung, yang sebagian besar sampah rumah tangga.

Ridwan Kamil menyanggah tuduhan jika kotanya sudah “memproduksi” sampah besar ke Cikapundung. Di Kota Bandung, dia sudah membuat 40 aktivitas untuk mereduksi sampah.

Dia diantaranya sudah belanjakan bujet untuk penyediaan sepeda motor pengangkut sampah di setiap RW. Pasukan kebersihan ditambahkan sekitar 1.500 personil. Masyarakat yang buang sampah asal-asalan disergap, dipotret, dan dihukum setimpal.

Agenda pembuangan sampah masyarakat juga, menurut Ridwan Kamil, telah ditata rapi. Masyarakat yang akan buang sampah ukuran besar, seperti sofa dan kasur, harus sesuaikan agenda petugas dinas kebersihan yang kongkow di beberapa titik yang telah ditetapkan.

Kata Emil, biasa dia disebutkan, dari 1.500 ton sampah setiap hari di Bandung, beberapa atau sekitaran 1.200 ton terbawa ke Tempat Pembuangan Akhir Sampah Sarimukti. Bekasnya, sekitar 300 ton, dibawa dengan bersamaan esok harinya.

Emil menyebutkan, beberapa sampah yang berada di Cikapundung asal dari wilayah lebih hilir, persisnya di Lembang. Di situ ada pemiaraan sapi yang kotorannya mengucur ke sungai. Lantas sampah Cikapundung itu asal dari Kabupaten Bandung sendiri, yang beberapa termasuk wilayah perkotaan alias urban.

Tetapi, tutur Emil, jika rupanya masihlah ada beberapa masalah sampah yang diketemukan di Kota Bandung dan yang lain, dia siap kerja sama untuk menanggulanginya. “Bahwa saat ini ada masalah, kita bercakap mencari jalan keluarnya,” ucapnya.

Bupati Bandung Dadang M. Naser pilih berlaku moderat. Tangani sampah di Cikapundung dan sungai yang lain yang terkontaminasi, ucapnya, harus tidak pedulikan ego sectoral. Semua wilayah dari hilir sampai hulu sungai harus perduli pada permasalahan sampah tersebut.

Seteru pendapat berkenaan pemicu musibah sampah itu pada akhirnya didamaikan lewat tatap muka bersama-sama di Gedung Sate, Kompleks Gubernur Jawa Barat pada Rabu, 23 Maret 2016. Mereka setuju untuk menggali sampah di muara Cikapundung dengan bersama esok harinya. Selainnya di Cijagra, bersih kali dilaksanakan di Sungai Citepus di Kabupaten Bandung.

Bersih sungai betul-betul dilaksanakan dengan habis. Beberapa puluh personil Tentara Nasional Indonesia dan alat berat punya Pemerintahan Kota dan Kabupaten Bandung dikeluarkan untuk menggali sampah. Hasilnya, saluran Sungai Cikapundung di Cijagra betul-betul bersih.

Tetapi, prihatinnya, bersihnya sungai ini tidak bertahan sampai dua jam. Hujan di teritori hilir sapu lagi sampah di sepanjang sungai. Jejeran sampah berduyun kembali -duyun ke arah muara Cijagra.

Contohnya pada Rabu, 30 Maret 2016, sampah penuhi lagi sungai di Cijagra sepanjang 20 mtr.. Air juga menggenang sampai ada di atas aspal dekat jembatan. Masyarakat berteriak lagi, karena penderitaan mereka belum usai. “Bersih, (sampah) tiba kembali. Bersih, (sampah) tiba kembali,” tutur seorang nenek sekalian melihat tumpukan sampah Cikapundung.

 

Comments are closed.