Diciptakan Miskin Terus Dibunuh Perlahan-lahan

Diciptakan Miskin Terus Dibunuh Perlahan-lahan Reklamasi bukan hanya berpengaruh pada teritori Teluk Jakarta. Pengerukan pasir reklamasi di pesisir Serang membuat wilayah itu alami abrasi cukup kronis.

Beberapa puluh hektar tambak ikan bandeng punya Yasir, 50 tahun, di Dusun Domas, Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang, Banten, sekarang tinggal masa lalu. Cuma sertifikat lahannya yang tetap sisa.

Abrasi air laut di pesisir Serang dipandang Yasir sebagai pemicunya. “Abrasi ini karena pengerukan pasir laut di sepanjang pesisir di antara Kecamatan Lontar dan Tirtayasa,” sebut Yasir saat dijumpai Live Draw China di tempat tinggalnya.

Menurut Yasir, empangnya telah habis sejumlah pundak (1 pundak sekitaran 7.025 mtr. persegi) karena penambangan pasir laut di daerah tersebut. Jika dihitung-hitung, luasnya sekitaran 37 hektar.

Dahulu itu tempat tambak punya saya dan sejumlah masyarakat. Saat ini telah menjadi lautan.”
Nasib yang masih sama dirasakan Subaeti, masyarakat Dusun Domas lainnya. Dia sebelumnya pernah sewa tambak selebar 4 hektar. Tetapi dia rugi keseluruhan karena lahannya terkikis abrasi.

“Tambak di sini umumnya diisi ikan bandeng. Jika sudah abrasi, budi daya ikan bandeng di Serang akan tidak ada. Ini seperti kita diciptakan miskin, terus dibunuh perlahan-lahan,” tutur Subaeti.

Awalnya, pesisir Serang dikenali kulineran ciri khas sate bandeng. Karena, beberapa warga di situ membudidaya ikan bandeng selainnya jadi nelayan. Bahkan juga menu ikan bandeng ini jadi hidangan khusus dalam tiap perayaan hari besar agama Islam, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW dan Lebaran.

LIVE KOCOK SDY juga sebelumnya sempat dibawa Yasir melihat-lihat imbas abrasi di pesisir Serang Utara. Kapal mesin memiliki ukuran sedang bawa Kocok HK dan sejumlah masyarakat Domas telusuri Teluk Serang, yang mencakup Kecamatan Pontang sampai pesisir Dusun Lontar, Kecamatan Tirtayasa.

Baru beberapa saat perjalanan, Yasir menunjuk ke pantai. “Dulu itu tempat tambak punya saya dan sejumlah masyarakat. Saat ini telah menjadi lautan,” kata Yasir, yang akui masih ingat lokasi tambaknya yang sudah beralih menjadi lautan.

Kholid Mikhdar dari Front Kebangunan Petani dan Nelayan, yang turut dalam kelompok, menjelaskan, awalnya, lautan yang dilalui perahu yang ditumpangi LIVE KOCOK HK adalah dataran. “Di sini banyak tambak. Tetapi saat ini lenyap, termasuk ikan-ikannya,” katanya.

Menurut Kholid, semenjak beberapa puluh tahun kemarin, nelayan benar-benar gampang cari gurita, terkadang justru kuda laut. Tetapi, saat ekosistemnya dirusak, tidak lagi ada gurita atau kuda laut yang dapat dijumpai.

Bukan hanya itu. Rajungan dan udang juga sekarang hampir musnah di teritori laut yang sekarang warna kotor dan berlumpur tersebut. Rajungan dan udang dengan alami bertelur di pasir-pasir. Nach, demikian pasir dihisap alias ditambang, ke-2 hewan itu juga tidak punyai kembali tempat bertelur.

Dari pengamatan Data China, banyak tersisa bangunan yang nyaris terbenam di bibir pantai. Bambu-bambu pemisah sisa tambak juga masih tabah tertanam. Hampir tidak ada pasir pantai yang kelihatan semenjak perjalanan dari Dusun Domas dan Dusun Lontar di Kecamatan Tirtayasa. Rumah dan tempat masyarakat sekarang bertemu secara langsung dengan laut.

Keadaan terberat dirasakan Dusun Lontar, Kecamatan Tirtayasa. Masalahnya pesisir pantai di dusun ini semenjak 2004 jadi pusat pengerukan pasir laut. Banyak nelayan di Dusun Lontar stop berlayar karena ongkos tinggi.

Awalnya, nelayan cuma perlu 5-6 liter solar setiap hari dalam jarak 2 mil dari bibir pantai. Tetapi sekarang nelayan sedikitnya harus isi 30 liter solar, karena lokasi cari ikan makin jauh, sampai capai perairan Tangerang.

Dahulu rajungan tangkapan nelayan sangat besar. Satu kg dapat lima ekor. Saat ini satu kg berisi 25 ekor.”

Ayumi, nelayan di Kecamatan Tirtayasa
Karena nelayan jarang-jarang berlayar, tempat pelelangan ikan juga sepi. Banyak pebisnis perikanan yang pailit. Menurut Ayumi, 44 tahun, masyarakat Dusun Lontar, awalnya di dusun itu ada 12 pabrik pengupasan rajungan. Tetapi semua pailit karena tidak ada suplai.

“Dulu rajungan tangkapan nelayan sangat besar. Satu kg dapat lima ekor. Saat ini satu kg berisi 25 ekor,” ucapnya.

Nestapa yang dirasakan Ayumi bermula saat penambangan pasir diawali pada 2004. Sebetulnya masyarakat sebelumnya pernah lakukan protes sampai menyingkirkan kapal keruk. Tetapi perlawanan itu tak berarti. Penambangan terus terjadi.

Parahnya, walau pasir hampir habis, penambangan tetap terus dilaksanakan sampai sekarang ini. Mengakibatkan, setiap bangun pagi, banyak masyarakat yang merasakan air laut cuma memiliki jarak 10 mtr. dari teras tempat tinggalnya.

Ayumi menjelaskan dua kapal keruk namanya Queen of Netherland dan Cristobal Cologne sering kelihatan di sana. Dua kapal tersebut yang mengisap pasir untuk reklamasi Teluk Jakarta.

Dua kapal itu mulai kerap menggali pasir di tahun ini dalam jarak 2 mil dari partai. Masyarakat sebelumnya sempat melempar protes karena tidak ada ijin dan publikasi. Ini kali protes mereka ditanggapi, pengerukan pasir juga disetop.

Dalam pada itu, berdasar informasi yang didapat Kocok Sdy, pengerukan di pesisir Serang terjadi semenjak 2003. Pengerukan itu berdasarkan Surat Keputusan Bupati Serang Nomor 540/kep-68-HUK/2003, yang dikeluarkan pada 21 Februari 2003, saat Bupati Serang dipegang Bunyamin.

Seterusnya surat keputusan itu diperpanjang oleh Bupati Taufik Nuriman, yang memegang sesudahnya. Dan pada 2015, Dinas Pertambangan Propinsi Banten perpanjang lagi ijin pengerukan pasir laut tersebut.

Ada enam perusahaan yang mendapat ijin menggali pantai di pesisir Serang. Perusahaan pertama, PT Jetstar, menambang pasir di perairan Lontar, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, semenjak 2003. Lokasi penambangan yang sudah dilakukan PT Jetstar ada di zone tangkap nelayan Lontar.

Disamping itu, ada PT Bentangan Laut Sejahtera, PT Karunia Tirta Bumi, dan PT Pandu Khatulistiwa. Ke-3 perusahaan ini bekerja di perairan Pulau Menunda, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, semenjak 2013.

Setelah itu Koperasi Tirta Niaga Pantura, yang baru lakukan eksperimen (dredging operations) pada Maret 2016. Yang paling akhir ialah PT Moga Berkilau Kekal, yang sekarang ini tetap lakukan eksperimen pada Maret 2016 di perairan Sangiyang, Kabupaten Serang.

Pasir-pasir itu selanjutnya dilanjutkan ke PT QPH Integratif, perusahaan pemasok pasir laut ke beberapa project reklamasi di Jakarta, yaitu reklamasi Pantai Cantik Kapuk, reklamasi Pulau C di Teluk Jakarta yang ditangani oleh PT Kapuk Naga Cantik punya Sugianto Kusuma alias Aguan, dan Pulau G, yang ditangani oleh PT Muara Wisesa Samudra, anak usaha PT Agung Podomoro Land.

Comments are closed.